-->

Di antara ciri-ciri yang membedakan agama Islam dengan yang lainnya adalah penekanan Islam terhadap pentingnya ilmu atau sains. Islam memposisikan ilmu pada posisi yang sangat penting dan mulia. Jika dibandingkan dengan agama lain, ideologi, kebudayaan atau peradaban manapun, perhatian Islam terhadap ilmu dan sains tetap tidak ada duanya. Bagaimana tidak, sejak di awal turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad saja, Allah swt telah memerintahkan hamba-hambaNya untuk membaca. Kata ini sedemikian pentingnya sehingga diulang dua kali dalam rangkaian wahyu pertama. Tampak jelas sekali bahwa agama Islam yang diturunkan oleh Allah ini, dibangun di atas pondasi yang menjadikan bangunan Islam itu menjadi kuat, yaitu pondasi keilmuan. Maka pada awal turunnya wahyu, Allah swt berfirman:

اقرأ باسم ربك الذي خلق، خلق الإنسان من علق، اقرأ وربك الأكرم، الذي علم بالقلم، علم الإنسان ما لم يعلم
Artinya:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. al-Alaq: 1-5).


Tidak hanya sebatas itu, dalam ayat-ayat yang lainnya, Allah swt sangat menekankan pentingnya ilmu pengetahuan. Sebagaimana dalam ayat berikut ini, Allah swt menampakkan perbedaan yang sangat mencolok antara orang berilmu dengan orang yang tidak berilmu:
هل يستوي الذين يعلمون والذين لا يعلمون
Artinya:
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar: 9).
Allah swt juga mengangkat derajat orang yang berilmu beberapa derajat dari yang lainnya. Allah swt berfirman:
يرفع الله الذين امنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات
Artinya:
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Mujadalah: 11).[1]
Selain al-Qur'an, Rasulallah saw juga mengajak umatnya untuk menuntut ilmu. Dalam sebuah haditsnya, Rasulallah saw mengatakan bahwa seorang yang melakukan perjalanan untuk mencari ilmu, maka sejatinya dia berada di jalan Allah hingga kelak dia kembali dari perjalanan tersebut. Ini tidak lain menunjukkan tingginya derajat ilmu pengetahuan. Rasulallah saw sabdanya:
مَنْ خَرَجَ فِي طَلَبِ العِلْمِ فَهُوَ فِي سَبِيْلِ اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ
"Siapa saja yang pergi menuntut ilmu, maka dia berada di jalan Allah sampai dia kembali." (HR. Tirmidzi).

Rasulallah juga bersabada:
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقاً إِلَى الجَنَّةِ، وَإِنَّ المَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضاً لِطَالِبِ العِلْمِ، وَإِنَّ العَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الأَرْضِ وَالحِيْتَانُ فِي جَوْفِ المَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ العَالِمِ عَلَى العَابِدِ كَفَضْلِ القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ عَلَى سَائِرِ الكَوَاكِبِ، وَإِنَّ العُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِيْنَاراً وَلاَ دِرْهَماً وَإِنَّمَا وَرَّثُوا العِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ.
Barangsiapa melalui satu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya menuju surga. Dan sesungguhnya malaikat benar-benar merendahkan sayap-sayapnya karena ridha terhadap penuntut ilmu. Sesungguhnya seorang alim benar-benar akan dimintakan ampun oleh makhluk yang ada di langit dan di bumi, bahkan ikan-ikan di dalam air. Dan sesungguhnya keutamaan seorang alim atas seorang abid (ahli ibadah) adalah seperti keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang-bintang yang ada. Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Dan sesungguhanya para Nabi tidak mewariskan Dinar ataupun dirham, mereka hanya mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambilnya, maka hendaklah dia mengambil bagian yang banyak. (HR. Abu Daud).
Kedudukan ilmu pengetahuan yang begitu luar biasa ini, selain disebutkan dalam al-Qur'an dan Hadits, juga dinyatakan oleh para sahabat Nabi dan ulama-ulama terdahulu. Banyaknya pernyataan para sahabat maupun ulama terdahulu tentang keutamaan ilmu ini, menunjukkan betapa strategisnya peran ilmu dalam kehidupan manusia. Sebut saja seorang sahabat Nabi yang terkenal sebagai pintu ilmu, Ali Radhiallahu ‘Anhu, Dia pernah berkata:
العِلْمُ خَيْرٌ مِنَ المَالِ ِلأَنَّ المَالَ تَحْرُسُهُ وَالعِلْمُ يَحْرُسُكَ، وَالمَالُ تَفْنِيْهِ النَّفَقََةُ وَالعِلْمُ يَزْكُوا عَلَى الإِنْفَاقِ، وَالعِلْمُ حَاكِمٌ وَالمَالُ مَحْكُوْمٌ عَلَيْهِ، مَاتَ خُزَّانُ المَالِ وَهُمْ أَحْيَاءٌ وَالعُلَمَاءُ بَاقُوْنَ مَا بَقِيَ الدَّهْرُ، أَعْيَانُهُمْ مَفْقُوْدَةٌ وَآثَارُهُمْ فِي القُلُوْبِ مَوْجُوْدَةٌ.
"Ilmu lebih baik daripada harta, karena harta, kamu yang menjaganya, sedangkan ilmu menjagamu. Harta akan lenyak jika dibelanjakan, sementara ilmu akan berkembang jika diinfakkan (diajarkan). Ilmu adalah penguasa, sedang harta adalah yang dikuasai. Telah mati para penyimpan harta, padahal mereka masih hidup, sementara ulama tetap hidup sepanjang masa. Keberadaan mereka hilang tapi pengaruh mereka tetap membekas di dalam hati.”[2]
Kemudian Rosenthal menuliskan bahwa sekurangnya terdapat 750 kali kemunculan istilah yang berkaitan dengan kata ‘ilm, jika kita hitung secara kasar bahwa dalam al-Qur’an terdapat 78.000 kata, maka kata yang berkaitan dengan ‘ilm mengambil satu persennya. Jumlah ini belum termasuk istilah lain yang berkaitan seperti faqaha (فقه), dabbara (دبر), fahima (فهم) dan ‘aqala (عقل), sebuah frekuensi kemunculan yang tidak biasa di dalam al-Qur’an. Frekuensi kemunculan yang tinggi dan dengan didukung berbagai bukti lain menunjukkan tingginya posisi ilmu di dalam Islam, bahkan Allah swt sendiri mensifati diriNya dengan al-‘Âlim.
Posisi sains atau ilmu dalam Islam juga dapat dipahami dari pemahaman awal tentang makna ilmu itu sendiri secara etimologi. Dilihat dari asal-mulanya, kata ilmu dalam bahasa Indonesia merupakan kata yang disadur dari bahasa aslinya, yaitu bahasa Arab. Diambil dari akar kata ‘alima – ya’lamu –‘ilman’ (عَلِمَ – يَعْلَمُ – عِلْمًا), artinya mengetahui. Sedangkan kata ilmu sendiri dari segi bahasa berarti kejelasan, oleh karena itu segala kata yang terbentuk dari akar kata ini mempunyai ciri kejelasan. Seperti kata ‘alam (عَلَمٌ) yang berarti jejak, ‘alâmah (عَلاَمَةٌ) yang berarti tanda, ‘âlam (عَالَمٌ) yang berarti alam dunia, dan sebagainya. Sehingga Ilmu dapat diartikan sebagai pengetahuan yang jelas tentang sesuatu.[3]
Bila diperhatikan secara seksama, kata ilmu dan alam merupakan dua kata yang bersumber dari satu akar kata yaitu ‘alima. Ternyata ada relasi yang sangat kuat antara ilmu yang dalam bahasa Arab disebut al-‘ilm (العِلْمُ) dengan alam yang dalam bahasa Arab disebut al-‘âlam (العَالَمُ). Untuk menggambarkan secara singkat hal ini, marilah kita lihat kata ‘ilm. Kata ‘ilm yang berasal dari 3 huruf, (ع ل م), mengandung makna mengetahui sesuatu dengan hakikatnya. Dalam susunan bentuk yang sama, kata ‘ilm bisa dibaca dengan ‘alam (عَلَمٌ), yaitu dengan memberi harakat fathah pada ‘ain dan lam. Kata ini berarti jejak yang dapat menunjukkan pada sesuatu.
Sedangkan kata ‘âlam (عَالَمٌ) adalah sebuah istilah dalam bahasa Arab yang digunakan untuk menunjukkan suatu ruang astronomis dan segala yang terkandung di dalamnya baik berupa makrokosmos maupun mikrokosmos. Pada dasarnya kata ‘âlam dimaknai sebagai sesuatu yang karenanya sesuatu yang lain bisa diketahui. Bentuk kata yang sama dengan ‘âlam (عَالَمٌ), seperti khatam (خَاتَمٌ) atau stempel, memiliki makna sebagai sesuatu yang digunakan untuk memberi stempel atau cap bagi yang lain. Maka makna ‘âlam adalah sesuatu yang digunakan untuk memberi tahu tentang sesuatu yang lain. Adapun bentuknya yang berupa isim fa'il (kata benda yang bermakna subyek/ pelaku) mengisyaratkan fungsi kata ‘âlam ini sebagai pemberitahu akan keberadaan penciptanya, yaitu Allah swt.
Dari pemahaman tentang ilmu dan alam, dapat ditarik sebuah benang merah yang menghubungkan antara keduanya. Ilmu yang secara bahasa digunakan untuk mengistilahkan usaha dalam mengetahui sesuatu secara hakikatnya. Dan alam yang memiliki makna terdalam sebagai sesuatu yang dapat memberitahu tentang yang lain, dalam hal ini Allah swt sebagai pencipta. Maka ilmu yang dikaitkan dengan alam memberi makna sebagai sebuah proses mengetahui hakikat alam dan apa yang ada di dalamnya, baik makrokosmos maupun mikrokosmos dengan tujuan untuk mengenal pencipta alam tersebut, yaitu Allah swt.
Pemahaman kita tentang ilmu dikaitakan dengan alam menghantarkan pada kesimpulan bahwa ilmu atau sains dalam Islam mengandung makna yang sangat mulia. Dengan ilmu, seseorang yang mempelajarinya akan dibawa pada kesimpulan, bahwa Allah lah yang menciptakan dan mengatur segala keteraturan yang ada dalam alam semesta ini. Lalu menghantarkan pada pengenalan terhadap Allah secara lebih dekat. Kemudian dari mengenal Allah, akan muncul rasa takut dan tunduk pada sistem dan aturanNya. Maka kemudian wajarlah jika Allah mengatakan bahwa hanya orang berilmu lah yang takut kepadaNya. Hal ini disebutkan dalam firmanNya:
إنما يخشى الله من عباده العلماء 
Artinya:
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Fathir: 28).  

Subpoint Tesis: Fase Pertumbuhan Manusia dalam Al-Qur'an (Perbandingan Tafsir dan Sains)



[1] Lihat juga ayat-ayat lain seperti an-Nisa: 83, 113; Toha 114; al-Kahfi 65-66; Ali Imran 18; ar-Ra'd 19; asy-Syura 52; Yunus 68; al-Maidah 4.
[2] Syaikh Abdul Qadir Abdul Aziz, Keutamaan ilmu, 77.
[3] Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan,2000) hal.434.